Wednesday, 8 December 2004

Saat (Non) Ikhwan Harapkan Akhwat

Saat (Non) Ikhwan Harapkan Akhwat

Penulis: Inna Muthmainnah

Sumber: ANNIDA Online



Ass wr wb,



Mbak Inna, saya seorang mahasiswa (sebut saja T), saat

ini menyukai seorang akhwat dengan tujuan untuk saya

jadikan ibu dari anak-anak saya kelak.



Saat ini saya sudah mendapatkan sesuai dengan kriteria

saya, walau saya saat ini belum siap untuk menjalin

rumah tangga dengan seorang akhwat dengan maksud biar

dia kenal dengan saya cukup lama, dan saya pun tahu,

bahwa seorang akhwat tidak boleh pacaran dan

sejujurnya sayapun tak punya niat sedikitpun untuk

sebuah kata pacaran.



Saya sering hubungi dia lewat telepon rumah dan

berbicara seperlunya (bukan masalah cinta/melainkan

kehidupan keseharian dengan tujuan pendekatan tidak

langsung sementara dia nampaknya merespon karena kami

hanya berbicara lewat telpon dan tidak berhadapan).



Di dalam wacana yang saya pernah ketahui, bahwa lewat

telpon pun tidak diperbolehkan untuk mendekati seorang

wanita. Jadi bagaimana saya dapat mendekati akhwat

tersebut, sementara (seandainya) hanya kenal dan sudah

memenuhi kriteria kita dan langsung melamarnya, dengan

membawa orang tua kita kepada orang tuanya. Bagaimana

akhwat tersebut bisa menerima, dia belum tentu suka

sama kita? Sekarang apakah salah jalan saya?



Apakah benar kata orang, seorang akhwat hanya akan

menikah dengan seorang ikhwan (aktivis islam)?

Sementara saya bukan seorang aktivis hanya seorang

mahasiswa biasa yang tahu adab dan kebiasaan serta

dapat memilah bagaimana sifat dan karakter lingkungan

di sekitar saya.



Mohon masukannya, Mbak!

bangok@email



Mbak Inna:

Saudara T yang shaleh, alhamdulillah Allah memberikan

taufik dan hidayahnya pada kamu, sehingga memudahkan

untuk melihat cahaya kebenaran dan kemuliaan

nilai-nilai Islam.



Wanita adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah,

dijaga betul kehormatannya agar tidak diganggu dan

dilecehkan oleh orang-orang yang memiliki penyakit

dalam hatinya. Karenanya tata cara berpakaian dan

etika pergaulannya juga dijaga ketat oleh syariat

Islam, dengan tujuan agar ia tetap terjaga dan

terhormat. Dan yang cenderung lebih serius untuk

komitmen dan berusaha konsisten untuk menjaga diri

sesuai dengan syarifat Islam, kebanyakan dilakukan

oleh para akhwat.



Mereka mengikuti pembinaan Islam yang

berkesinambungan, dan berusaha mengaplikasikannya

dalam seluruh aspek kehidupan. Diharapkan orang-orang

yang mendampingi mereka adalah orang-orang yang

memiliki pemahaman Islam yang baik, berakhlak mulia,

dan mampu menjalankan peran sebagai qowam (pemimpin)

bagi istri dan anak-anaknya. Dengan tujuan agar

keshalihan sang akhwat dapat tetap terjaga dan

terpelihara bahkan berkembang dan meningkat seiring

dengan perannya sebagai istri, ibu, dan anggota dari

masyarakat.



Bila sang akhwat mendapatkan pendamping yang jauh di

bawah standar, misalnya tidak mengikuti sistem

pembinaan Islam yang terpadu (pemahaman Islamnya

kurang mendalam), perilaku dan akhlaknya kurang

terjaga, dikhawatirkan perkembangan sang akhwat selama

ini dalam membina dirinya jadi kurang optimal, karena

kurang didukung oleh pendamping yang mampu mengayomi

dan membina dirinya. Bahkan memiliki peluang untuk

menurunnya kualitas keimanan dan akhlak. Karena

bagaimanapun sedikit banyak peran pendamping hidup

memiliki pengaruh yang besar bagi diri kita.



Itulah sebabnya mengapa seorang wanita aktivis Islam

dianjurkan menikah dengan lelaki aktivis Islam juga,

dengan tujuan agar penerapan nilai-nilai Islamnya jadi

lebih integral lagi, dan dalam memecahkan segala

permasalah keluarga dan anak selanjutnya akan lebih

mudah karena didasari oleh visi dan nilai-nilai yang

dipahami bersama.



Namun demikan, tentunya tidak menutup kemungkinan

untuk seorang yang bukan aktivis untuk menyunting

seorang akhwat, asalkan si akhwat bersedia dan si

priapun harus terbuka terhadap nilai-nilai Keislaman

dan mau belajar untuk mendalaminya dengan lebih serius

lagi.



Karenanya, sebaiknya bila ke depannya kita memang

berniat ingin mempersunting seorang akhwat, ya kita

juga harus punya planning untuk pembinaan diri kita

dulu, misalnya dengan mengikuti kajian keislaman yang

rutin dan berkesinambungan dan dekat dengan para

aktivitis Islam, sehingga saat dipertemukan dengan

akhwat, pemahaman Islam kita tidak jomplang dengan

pemahaman Islam akhwatnya.



Termasuk dalam mencermati kebiasaan dan cara pandang

para aktivitas dalam etika melamar dan mendekati

seorang akhwat.



Dalam Islam memang tidak dianjurkan untuk berpacaran,

karena realitasnya pacaran memang terbukti sekali

mendekati zina. Tapi kebanyakan yang terjadi, banyak

para pria yang mempermainkan perasaan si akhwat yang

terjaga tersebut, si akhwat dibuat Ge-eR sedemikian

rupa dengan diberikan perhatian-perhatian yang intens

(padahal si pria cuma sekedar ingin uji coba aja dan

belum memiliki nyali untuk melamar apalagi untuk

menikah). Kebanyakan kasus, si akhwatnya yang menunggu

dan mengharap-harap cemas ingin segera dilamar, tapi

si prianya cuma memanfaatkannya sebagai teman curhat

atau teman untuk pendekatan saja untuk selanjutnya

lihat saja nanti.



Memang harus diakui, bagaimanapun seorang akhwat

tetaplah seorang wanita yang akan merasa senang dan

tersanjung bila diberikan perhatian dari seorang pria,

apalagi bila pria tersebut terlihat memiliki niat yang

serius.



Sangat disayangkan pada realitasnya banyak di kalangan

akhwat yang tidak menyadari bahwa pria-pria yang

datang dan memberikan perhatian kepadanya, tidak

semuanya berniat untuk meminang dengan serius. Tapi

kebanyakan hanya sekedar untuk penjajakan semata.

Hanya untuk melihat bagaimana karakter dan pola pikir

si akhwat.



Lagi-lagi tetap saja pengambilan keputusannya ada pada

si pria, pertimbangan apakah si akhwat sudah berharap

banyak atau tidak, sayang sekali tidak banyak

dipikirkan oleh si pria.



Tentunya para akhwat yang jeli tidak akan sudi

diperlakukan demikian, dipermainkan perasaannya hanya

sekedar guna penjajakan saja. Apa bedanya dengan

orang-orang yang lain yang melalui proses berpacaran,

bedanya toh hanya kemasannya saja.



Memang ada beberapa alternatif dalam memilih pasangan

hidup:



1. Berpacaran, apapun itu bentuknya. Apakah hanya

sekedar curhat-curhatan (baik secara langsung maupun

ditelepon), jalan bareng, sering pergi bersama, dll,

tujuannya yang utama adalah menjajakan, mengamati dan

menilai langsung ke orang yang dituju. Bila cocok

berlanjut, bila tidak cocok tidak berlanjut ke

pelaminan.



Tapi cara seperti ini sebenarnya lebih banyak tidak

akuratnya ketimbang akuratnya dalam memilih pasangan

hidup. Kenapa? Karena:



a. Setiap diri di situ lebih banyak tidak menampilkan

diri apa adanya, seseorang biasanya berusaha untuk

menampilkan diri yang sebaik-baiknya (menutup-nutupi)

kekurangan. Bak pembeli dan pedagang. Jadinya yang

tampil hanya kesan luarnya saja. Niat kita untuk

mengetahui kepribadiannya secara detil, amat kecil

untuk diperoleh di sini.



Makanya kan banyak pasangan yang sebelumnya berpacaran

bertahun-tahun, tetap saja sering terkaget-kaget

dengan pasangannya sendiri saat menikah, karena dulu

sewaktu berpacaran dia tidak mengetahui banyak tentang

sisi kelemahan si pasangan yang ada (karena dulu

berusaha ditutupi namun saat menikah semuanya terlihat

apa adanya).



b. Sulit untuk menghindari dan mengendalikan gejolak

syahwat yang ada saat situasi berpacaran/

bertemu/berbincang. Biasanya saat itu atau setelah itu

setiap individunya terdorong untuk mengekspresikan

gejolak syahwatnya dengan pacarnya, bila bertemu

langsung terdorong untuk menyentuh, dll. Bila lewat

perbincangan, sulit untuk mengontrol diri untuk tidak

bicara yang menjurus. Atau setelah itu terdorong untuk

berkhayal dan berimajinasi (berfantasi syahwat). Yang

kesemuanya itu jelas mendekati zina.



c. Membuka peluang untuk mengumbar janji dan

memberikan harapan-harapan semu, yang intinya sekedar

untuk menarik simpati dan mengambil keuntungan dari

hubungan tersebut (karena kan hubungannya memang tidak

terikat, tidak ada hitam di atas putih, tidak ada hak

dan kewajiban yang mengatur konsekuensi dari hubungan

keduanya). Pada akhirnya tidak mendidik seseorang

untuk lebih bertanggung jawab terhadap kesejahteraan

perasaan pasangannya. Beresiko untuk sakit hati dan

kecewa karena merasa dipermainkan.



2. Cara yang kedua, dan yang kini tengah banyak

dilakukan oleh kaum muda aktivitas Islam di

kampus-kampus maupun di lingkungan masyarakat adalah

konsep taaruf (perkenalan yang islami).



Di sini, masing-masing individu mencari tahu orang

yang ia sukai lewat kerabat dekatnya atau orang yang

mengenal target person dengan baik (informasi dari

orang dekat sangat akurat, karena ia tahu betul dan

kenal baik dengan target person). Atau bisa juga lewat

bio data yang ditulis oleh si target person (bio data

menyangkut biografi kehidupan dan keadaan keluarga).



Cara ini lebih akurat dan efektif dalam memilih

pasangan hidup yang baik. Karena dalam waktu yang

singkat, kita bisa tahu banyak tentang calon pasangan

kita secara sportif, artinya kita tahu banyak sisi

kelebihan maupun kekurangannya, termasuk silsilah

keluarga si dia, lepas dari efek faking good (cuma

menampilkan sisi baiknya saja).



Kita juga terhindar dan tetap terjaga dari situasi

yang tidak aman (terhindar dari pelecehan seksual dari

lawan jenis yang bukan mahrom). Bila dari informasi

tersebut kita merasa cocok dan sreg, kita siap untuk

taaruf lebih lajut (tapi dengan syarat harus punya

nyali untuk siap nikah, bukan cuma sekedar penjajagan

saja tapi nikahnya entar... entar wah gak usah maju

deh kalau gak punya nyali gini).



Pas taaruf atau perkenalan, si pria dan wanitanya

harus didampingi dengan orang lain misalnya saudara si

wanita atau saudara si pria. Orang ketiga sebaiknya

orang yang bisa memfasilitasi dan bijak sehingga bisa

memberikan pandangan-pandangan yang Islami. Kenapa

harus ada orang ketiga, karena agar hubungan keduanya

bisa lebih terjaga.



Pada taaruf di sini setiap individu harus mengutarakan

kepribadian (kelebihan dan kekurangan) dan keadaan

keluarganya selengkap-lengkapnya dan apa adanya. Di

sini bisa diutarkan visi dan harapan-harapannya ke

depan, menyangkut karier dan pengembangan diri

masing-masing, konsep pendidikan anak, penyesuaian

diri terhadap tuntutan keluarga besar masing-masing

dsb.



Bila dari hasil perbincangan tersebut (termasuk

melihat keadaan calon pasangan secara langsung namun

tetap menjaga aurat dan norma-norma kesopanan) ada

kecocokan, hubungan dapat diproses lebih lanjut ke

keluarga masing-masing guna perkenalan dan persiapan

ke arah pernikahan.



Dengan demikian hubungan yang dibangun benar-benar

terjaga dan baik, asalkan diniatkan untuk ibadah.



Mudah-mudahan pandangan yang panjang lebar ini dapat

memberikan sedikit gambaran tentang langkah yang harus

anda ambil ke depan, dan semoga Allah senantiasa

menuntun kita ke jalan kebaikan.

No comments:

Post a Comment