Saat (Non) Ikhwan Harapkan Akhwat
Penulis: Inna Muthmainnah
Sumber: ANNIDA Online
Ass wr wb,
Mbak Inna, saya seorang mahasiswa (sebut saja T), saat
ini menyukai seorang akhwat dengan tujuan untuk saya
jadikan ibu dari anak-anak saya kelak.
Saat ini saya sudah mendapatkan sesuai dengan kriteria
saya, walau saya saat ini belum siap untuk menjalin
rumah tangga dengan seorang akhwat dengan maksud biar
dia kenal dengan saya cukup lama, dan saya pun tahu,
bahwa seorang akhwat tidak boleh pacaran dan
sejujurnya sayapun tak punya niat sedikitpun untuk
sebuah kata pacaran.
Saya sering hubungi dia lewat telepon rumah dan
berbicara seperlunya (bukan masalah cinta/melainkan
kehidupan keseharian dengan tujuan pendekatan tidak
langsung sementara dia nampaknya merespon karena kami
hanya berbicara lewat telpon dan tidak berhadapan).
Di dalam wacana yang saya pernah ketahui, bahwa lewat
telpon pun tidak diperbolehkan untuk mendekati seorang
wanita. Jadi bagaimana saya dapat mendekati akhwat
tersebut, sementara (seandainya) hanya kenal dan sudah
memenuhi kriteria kita dan langsung melamarnya, dengan
membawa orang tua kita kepada orang tuanya. Bagaimana
akhwat tersebut bisa menerima, dia belum tentu suka
sama kita? Sekarang apakah salah jalan saya?
Apakah benar kata orang, seorang akhwat hanya akan
menikah dengan seorang ikhwan (aktivis islam)?
Sementara saya bukan seorang aktivis hanya seorang
mahasiswa biasa yang tahu adab dan kebiasaan serta
dapat memilah bagaimana sifat dan karakter lingkungan
di sekitar saya.
Mohon masukannya, Mbak!
bangok@email
Mbak Inna:
Saudara T yang shaleh, alhamdulillah Allah memberikan
taufik dan hidayahnya pada kamu, sehingga memudahkan
untuk melihat cahaya kebenaran dan kemuliaan
nilai-nilai Islam.
Wanita adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah,
dijaga betul kehormatannya agar tidak diganggu dan
dilecehkan oleh orang-orang yang memiliki penyakit
dalam hatinya. Karenanya tata cara berpakaian dan
etika pergaulannya juga dijaga ketat oleh syariat
Islam, dengan tujuan agar ia tetap terjaga dan
terhormat. Dan yang cenderung lebih serius untuk
komitmen dan berusaha konsisten untuk menjaga diri
sesuai dengan syarifat Islam, kebanyakan dilakukan
oleh para akhwat.
Mereka mengikuti pembinaan Islam yang
berkesinambungan, dan berusaha mengaplikasikannya
dalam seluruh aspek kehidupan. Diharapkan orang-orang
yang mendampingi mereka adalah orang-orang yang
memiliki pemahaman Islam yang baik, berakhlak mulia,
dan mampu menjalankan peran sebagai qowam (pemimpin)
bagi istri dan anak-anaknya. Dengan tujuan agar
keshalihan sang akhwat dapat tetap terjaga dan
terpelihara bahkan berkembang dan meningkat seiring
dengan perannya sebagai istri, ibu, dan anggota dari
masyarakat.
Bila sang akhwat mendapatkan pendamping yang jauh di
bawah standar, misalnya tidak mengikuti sistem
pembinaan Islam yang terpadu (pemahaman Islamnya
kurang mendalam), perilaku dan akhlaknya kurang
terjaga, dikhawatirkan perkembangan sang akhwat selama
ini dalam membina dirinya jadi kurang optimal, karena
kurang didukung oleh pendamping yang mampu mengayomi
dan membina dirinya. Bahkan memiliki peluang untuk
menurunnya kualitas keimanan dan akhlak. Karena
bagaimanapun sedikit banyak peran pendamping hidup
memiliki pengaruh yang besar bagi diri kita.
Itulah sebabnya mengapa seorang wanita aktivis Islam
dianjurkan menikah dengan lelaki aktivis Islam juga,
dengan tujuan agar penerapan nilai-nilai Islamnya jadi
lebih integral lagi, dan dalam memecahkan segala
permasalah keluarga dan anak selanjutnya akan lebih
mudah karena didasari oleh visi dan nilai-nilai yang
dipahami bersama.
Namun demikan, tentunya tidak menutup kemungkinan
untuk seorang yang bukan aktivis untuk menyunting
seorang akhwat, asalkan si akhwat bersedia dan si
priapun harus terbuka terhadap nilai-nilai Keislaman
dan mau belajar untuk mendalaminya dengan lebih serius
lagi.
Karenanya, sebaiknya bila ke depannya kita memang
berniat ingin mempersunting seorang akhwat, ya kita
juga harus punya planning untuk pembinaan diri kita
dulu, misalnya dengan mengikuti kajian keislaman yang
rutin dan berkesinambungan dan dekat dengan para
aktivitis Islam, sehingga saat dipertemukan dengan
akhwat, pemahaman Islam kita tidak jomplang dengan
pemahaman Islam akhwatnya.
Termasuk dalam mencermati kebiasaan dan cara pandang
para aktivitas dalam etika melamar dan mendekati
seorang akhwat.
Dalam Islam memang tidak dianjurkan untuk berpacaran,
karena realitasnya pacaran memang terbukti sekali
mendekati zina. Tapi kebanyakan yang terjadi, banyak
para pria yang mempermainkan perasaan si akhwat yang
terjaga tersebut, si akhwat dibuat Ge-eR sedemikian
rupa dengan diberikan perhatian-perhatian yang intens
(padahal si pria cuma sekedar ingin uji coba aja dan
belum memiliki nyali untuk melamar apalagi untuk
menikah). Kebanyakan kasus, si akhwatnya yang menunggu
dan mengharap-harap cemas ingin segera dilamar, tapi
si prianya cuma memanfaatkannya sebagai teman curhat
atau teman untuk pendekatan saja untuk selanjutnya
lihat saja nanti.
Memang harus diakui, bagaimanapun seorang akhwat
tetaplah seorang wanita yang akan merasa senang dan
tersanjung bila diberikan perhatian dari seorang pria,
apalagi bila pria tersebut terlihat memiliki niat yang
serius.
Sangat disayangkan pada realitasnya banyak di kalangan
akhwat yang tidak menyadari bahwa pria-pria yang
datang dan memberikan perhatian kepadanya, tidak
semuanya berniat untuk meminang dengan serius. Tapi
kebanyakan hanya sekedar untuk penjajakan semata.
Hanya untuk melihat bagaimana karakter dan pola pikir
si akhwat.
Lagi-lagi tetap saja pengambilan keputusannya ada pada
si pria, pertimbangan apakah si akhwat sudah berharap
banyak atau tidak, sayang sekali tidak banyak
dipikirkan oleh si pria.
Tentunya para akhwat yang jeli tidak akan sudi
diperlakukan demikian, dipermainkan perasaannya hanya
sekedar guna penjajakan saja. Apa bedanya dengan
orang-orang yang lain yang melalui proses berpacaran,
bedanya toh hanya kemasannya saja.
Memang ada beberapa alternatif dalam memilih pasangan
hidup:
1. Berpacaran, apapun itu bentuknya. Apakah hanya
sekedar curhat-curhatan (baik secara langsung maupun
ditelepon), jalan bareng, sering pergi bersama, dll,
tujuannya yang utama adalah menjajakan, mengamati dan
menilai langsung ke orang yang dituju. Bila cocok
berlanjut, bila tidak cocok tidak berlanjut ke
pelaminan.
Tapi cara seperti ini sebenarnya lebih banyak tidak
akuratnya ketimbang akuratnya dalam memilih pasangan
hidup. Kenapa? Karena:
a. Setiap diri di situ lebih banyak tidak menampilkan
diri apa adanya, seseorang biasanya berusaha untuk
menampilkan diri yang sebaik-baiknya (menutup-nutupi)
kekurangan. Bak pembeli dan pedagang. Jadinya yang
tampil hanya kesan luarnya saja. Niat kita untuk
mengetahui kepribadiannya secara detil, amat kecil
untuk diperoleh di sini.
Makanya kan banyak pasangan yang sebelumnya berpacaran
bertahun-tahun, tetap saja sering terkaget-kaget
dengan pasangannya sendiri saat menikah, karena dulu
sewaktu berpacaran dia tidak mengetahui banyak tentang
sisi kelemahan si pasangan yang ada (karena dulu
berusaha ditutupi namun saat menikah semuanya terlihat
apa adanya).
b. Sulit untuk menghindari dan mengendalikan gejolak
syahwat yang ada saat situasi berpacaran/
bertemu/berbincang. Biasanya saat itu atau setelah itu
setiap individunya terdorong untuk mengekspresikan
gejolak syahwatnya dengan pacarnya, bila bertemu
langsung terdorong untuk menyentuh, dll. Bila lewat
perbincangan, sulit untuk mengontrol diri untuk tidak
bicara yang menjurus. Atau setelah itu terdorong untuk
berkhayal dan berimajinasi (berfantasi syahwat). Yang
kesemuanya itu jelas mendekati zina.
c. Membuka peluang untuk mengumbar janji dan
memberikan harapan-harapan semu, yang intinya sekedar
untuk menarik simpati dan mengambil keuntungan dari
hubungan tersebut (karena kan hubungannya memang tidak
terikat, tidak ada hitam di atas putih, tidak ada hak
dan kewajiban yang mengatur konsekuensi dari hubungan
keduanya). Pada akhirnya tidak mendidik seseorang
untuk lebih bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
perasaan pasangannya. Beresiko untuk sakit hati dan
kecewa karena merasa dipermainkan.
2. Cara yang kedua, dan yang kini tengah banyak
dilakukan oleh kaum muda aktivitas Islam di
kampus-kampus maupun di lingkungan masyarakat adalah
konsep taaruf (perkenalan yang islami).
Di sini, masing-masing individu mencari tahu orang
yang ia sukai lewat kerabat dekatnya atau orang yang
mengenal target person dengan baik (informasi dari
orang dekat sangat akurat, karena ia tahu betul dan
kenal baik dengan target person). Atau bisa juga lewat
bio data yang ditulis oleh si target person (bio data
menyangkut biografi kehidupan dan keadaan keluarga).
Cara ini lebih akurat dan efektif dalam memilih
pasangan hidup yang baik. Karena dalam waktu yang
singkat, kita bisa tahu banyak tentang calon pasangan
kita secara sportif, artinya kita tahu banyak sisi
kelebihan maupun kekurangannya, termasuk silsilah
keluarga si dia, lepas dari efek faking good (cuma
menampilkan sisi baiknya saja).
Kita juga terhindar dan tetap terjaga dari situasi
yang tidak aman (terhindar dari pelecehan seksual dari
lawan jenis yang bukan mahrom). Bila dari informasi
tersebut kita merasa cocok dan sreg, kita siap untuk
taaruf lebih lajut (tapi dengan syarat harus punya
nyali untuk siap nikah, bukan cuma sekedar penjajagan
saja tapi nikahnya entar... entar wah gak usah maju
deh kalau gak punya nyali gini).
Pas taaruf atau perkenalan, si pria dan wanitanya
harus didampingi dengan orang lain misalnya saudara si
wanita atau saudara si pria. Orang ketiga sebaiknya
orang yang bisa memfasilitasi dan bijak sehingga bisa
memberikan pandangan-pandangan yang Islami. Kenapa
harus ada orang ketiga, karena agar hubungan keduanya
bisa lebih terjaga.
Pada taaruf di sini setiap individu harus mengutarakan
kepribadian (kelebihan dan kekurangan) dan keadaan
keluarganya selengkap-lengkapnya dan apa adanya. Di
sini bisa diutarkan visi dan harapan-harapannya ke
depan, menyangkut karier dan pengembangan diri
masing-masing, konsep pendidikan anak, penyesuaian
diri terhadap tuntutan keluarga besar masing-masing
dsb.
Bila dari hasil perbincangan tersebut (termasuk
melihat keadaan calon pasangan secara langsung namun
tetap menjaga aurat dan norma-norma kesopanan) ada
kecocokan, hubungan dapat diproses lebih lanjut ke
keluarga masing-masing guna perkenalan dan persiapan
ke arah pernikahan.
Dengan demikian hubungan yang dibangun benar-benar
terjaga dan baik, asalkan diniatkan untuk ibadah.
Mudah-mudahan pandangan yang panjang lebar ini dapat
memberikan sedikit gambaran tentang langkah yang harus
anda ambil ke depan, dan semoga Allah senantiasa
menuntun kita ke jalan kebaikan.
No comments:
Post a Comment