Monday 6 December 2004

Ketulusan dalam Kesederhanaan

eramulim - Perempuan tua itu tampak bermenung, menunggui kios bensinnya yang sepi ketika seorang pemuda keren dan trendi menghampiri sambil menuntun motornya. Setelah bercakap-cakap sejenak, si ibu mengambil jerigen bensinnya dan mengisi tangki motor pemuda itu. Gratis! Tanpa bayar.

Seorang sopir delman memarkir delmannya di pinggir jalan dan melompat turun. Dengan sigap dia memanjat pohon tempat dua biji balon tersangkut dan mengambilnya. Seorang nenek dan cucunya yang tidak ia kenal samasekali, menungguinya di bawah.

***

Anda seperti pernah melihat fragmen di atas? Mungkin saja. Karena cerita tersebut saya ambil dari tayangan sebuah reality show di salah satu stasiun televisi. Saat menonton fragmen yang pertama, saya dan teman nonton saya pun berandai-andai, apa kira-kira yang akan kami lakukan jika kami ada dalam posisi si perempuan tua. Mungkin kami akan memandangi si pemuda keren dari atas sampai bawah, kemudian bertanya, "Kok bisa cowok sekeren ini tidak punya uang?" Jika dia menjawab lupa, kami mungkin akan kembali beralasan, "Kalo lupa tidak bawa uang, cari akal dong supaya bisa tetep beli bensin. Jual sepatu kek atau apa!"

Setelah itu kami berdua tertawa getir, mentertawakan diri sendiri. Kami memproklamirkan diri sebagai muslimah kaffah, yang 'semestinya' lebih baik dari orang kebanyakan. Namun ternyata 'kelebihan' yang kami miliki tidak membuat kami lebih tulus. Paradigma dan ilmu yang ada membuat kami melakukan penyaringan, bukan hanya terhadap keburukan, tetapi juga ketika hendak melakukan kebaikan. Melihat dulu alasannya, untuk apa dan mengapa kami harus dan tidak harus melakukan sesuatu, bahkan ketika sesuatu itu adalah menolong orang lain yang tampak sedang dalam kesulitan.

Kemudian kami membandingkan sikap kami dengan mereka yang dalam tayangan itu menolak permintaan tolong itu karena berbagai alasan. Seorang gadis menolak mengantar ibu tua ke seberang jalan karena dia sedang tergesa-gesa dan tidak searah dengan si ibu. Seorang pemuda menolak meniupkan balon bagi sesosok bocah kecil karena ia mengatakan sedang puasa, takut tidak kuat. Banyak laki-laki bersedia menolong seorang wanita muda cantik mengangkatkan barangnya, (coba saya tebak alasannya: karena perempuan itu cantik!) sementara seorang wanita paro baya harus berkali-kali menerima penolakan atas permintaan tolongnya, karena dia tidak memiliki 'nilai tambah' bagi penolongnya. Meski mungkin alasannya berbeda secara moral, namun pada kenyataannya kami juga mungkin akan melakukan seleksi dan berpikir-pikir ketika hendak memberikan pertolongan.

Lantas? Tak selalu salah mengambil keputusan berbuat baik pada orang lain pada alasan tertentu, namun fragmen-fragmen itu memberi banyak pelajaran bahwa menolong orang lain kadang tidak perlu bertanya mengapa mesti menolong. Pekerjaan menolong itu kadang perlu dilakukan 'hanya' karena ada yang sedang membutuhkan pertolongan sementara kita ingin dan bisa menolong. Betapapun sederhana cara berpikir dan keseluruhan hidup orang-orang 'biasa' itu, mereka memiliki ketulusan yang luar biasa.

***

Seorang laki-laki dengan kaki cacat dan mata buta sebelah, mengayuh gerobak khususnya dengan tangan, berkeliling menjual minyak tanah. Ketika seorang nenek dengan kompor di tangan minta minyak yang menjadi sandaran hidupnya itu untuk memasak, ia tanpa banyak kata memberi dengan senyum terukir di wajahnya. Bahkan ketika si nenek juga minta tolong ia membenahi sumbu kompor dan menutupkan kembali, ia pun mengerjakannya tanpa tampak keberatan sedikit pun.

Seorang nenek penjual duren di pinggir jalan dengan dagangan duren yang hanya beberapa buah. Seorang bapak dengan pakaian guru menawar hendak membeli durennya dan mengaku hanya punya uang lima ribu sedang harga duren itu puluhan ribu. Dengan ringan dia melepas benda jualannya itu, bahkan memberikan yang terbaik kepada si bapak. Padahal duren itu adalah satu-satunya sarana ia mengais rejeki dengan modal cukup besar dan untung tak seberapa.

Seorang kakek tua dengan senang hati mengantar perempuan hamil tua ke rumah sakit tanpa bayar, padahal jalanan menanjak dan jarak yang ditempuh cukup jauh.

Seorang...

Dan fragmen-fragmen lain pun tertayang, memberikan pelajaran berharga bagi siapa pun yang berkehendak mengambilnya.

Azimah Rahayu

(@azi, sepenuh takzim untuk para manusia perkasa itu)

No comments:

Post a Comment