"Logika menjadi keunggulan manusia diantara makhluk lain. Tetapi justru
perbuatan terbesar manusia: ketulusan; tidak memerlukan logika sama sekali."
Harian Kompas, beberapa hari setelah gelombang Tsunami menghantam Asia,
memasang gambar yang menyentuh. Seorang anak usia sekolah datang ke
Sekretrariat Dana Kemanusiaan Kompas, menyerahkan dua kantung plastik uang
logam untuk disumbangkan bagi korban Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara.
Konon uang receh itu adalah uang hasil tabungan si gadis kecil yang ia
sisihkan sedikit demi sedikit selama ini. Begitu melihat tayangan televisi
mengenai para korban Tsunami yang sangat 'mengerikan' itu ia tergerak untuk
menyumbangkan seluruh tabungannya.
Dalam waktu yang berdekatan, sebuah stasiun radio di Jakarta, Female, juga
menuturkan cerita mengharukan: seorang guru Sekolah Dasar datang ke sebuah
toko kain di Pasar Tanah Abang. Ia bermaksud membeli kain kafan untuk para
korban Tsunami di Aceh. Ia dan murid-muridnya tidak tega melihat mayat
korban Tsunami bergelimpangan dan dikubur tanpa penanganan yang layak,
normalnya jasad seorang manusia. Uang 'saweran' yang terkumpul ia belikan
kain kafan, tetapi apa daya ternyata hanya mendapatkan beberapa puluh meter
saja. Wajah kecewa sang Guru mengundang pertanyaan si pedagang.
"Mau buat apa, Pak?"
"Ini ... murid-murid saya mengumpulkan uang, kepingin mengirimkan kain kafan
ke Aceh?" kata Guru itu lirih.
Sang pedagang terdiam sejenak. Ia memang sudah melihat di layar televisi
mengenai para korban yang meninggal di Aceh dan tidak dimakamkan secara
layak.
Sejenak kemudian ia mengangkat telepon dan berbicara dalam bahasa Mandarin.
Selama kain kafan disiapkan, sang Pedagang itu terlihat menelepon beberapa
kali
ke beberapa orang.
Beberapa saat kemudian, beberapa orang tiba-tiba datang membawa kain kafan
ke Kios itu. "Pak ini, teman-teman pedagang di sini titip bantuan kain kafan
juga
untuk disumbangkan ke Aceh ..." katanya kepada sang Guru yang kemudian
tampak terharu sekali menerima bantuan spontan yang melimpah itu. Alhasil,
pulang dari Pasar Tanah Abang, ia harus diantar dengan mobil bak terbuka
untuk membawa kain-kain kafan sumbangan itu.
Apa yang dilakukan gadis kecil di Kompas dan pedagang kain Tanah Abang itu,
benar-benar spontanitas yang tulus.
Alangkah indahnya apabila ketulusan seperti ini senantiasa ada dalam hidup
keseharian kita.
Tidak perlu menunggu datangnya bencana besar untuk berbuat kebaikan dan
sesuatu yang tulus.
Bukankah roh yang sudah ditiupkan ketika manusia diciptakan adalah merupakan
roh kemuliaan, yang membedakan manusia dengan makhluk mana pun di muka bumi?
Satu-satunya keunggulan manusia diantara makhluk ciptaan adalah manusia bisa
memilih untuk melakukan sesuatu yang baik atau sebaliknya.
No comments:
Post a Comment